foto : liputan6.com |
Sejak pertama digulirkan tahun 2015 hingga saat ini, sampai dengan Tahun 2018 dana desa yang sudah digelontorkan pemerintah berjumlah Rp 186 triliun. Dana ini sudah disalurkan ke 74.954 desa di seluruh wilayah Indonesia.
Dalam perkembangannya, dana desa yang berlimpah tersebut rawan praktik korupsi. Berdasarkan hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch ( ICW) sejak tahun 2015 hingga Semester I 2018, kasus korupsi dana desa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Dalam paparannya, ICW mencatat ada 96 kasus korupsi anggaran desa dari total 454 kasus korupsi yang ditindak sepanjang 2018. Kerugian negara yang dihasilkan pun mencapai Rp37,2 miliar.
Sebagaimana dikutid dari cnnindonesia.com, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sektor anggaran desa menyumbang kasus korupsi terbesar ketimbang sektor lain, serta jadi salah satu yang terbesar dalam menyumbang kerugian negara pada 2018.
Dalam paparannya, ICW mencatat ada 96 kasus korupsi anggaran desa dari total 454 kasus korupsi yang ditindak sepanjang 2018. Kerugian negara yang dihasilkan pun mencapai Rp37,2 miliar.
Itu terdiri dari kasus korupsi di sektor infrastruktur anggaran desa yang mencapai 49 kasus dengan kerugian negara mencapai Rp17,1 miliar, dan kasus korupsi sektor non-infrastruktur sebanyak 47 kasus dengan kerugian negara Rp20 miliar.
Dalam rangka mencegah terus meningkatnya kasus korupsi dana desa, penting untuk diketahui modus-modus korupsi dana desa. ICW telah merumuskan ada 12 modus korupsi dana desa yaitu :
- Membuat rancangan anggaran biaya di atas harga pasar. Ini bisa diantisipasi jika pengadaan dilakukan secara terbuka dan menggunakan potensi lokal desa. Misalnya, pengadaan bahan bangunan di toko bangunan yang ada di desa sehingga bisa melakukan cek bersama mengenai kepastian biaya atau harga-harga barang yang dibutuhkan.
- Mempertanggungjawabkan pembiayaan bangunan fisik dengan dana desa padahal proyek tersebut bersumber dari sumber lain. Modus ini hanya bisa terlihat jika pengawas memahami alokasi pendanaan oleh desa. Modus seperti ini banyak dilakukan karea relatif tersembunyi. Karena itulah APBDes arus terbuka agar seluruh warga bisa melakukan pengawasan atasnya.
- Meminjam sementara dana desa untuk kepentingan pribadi namun tidak dikembalikan. Ini juga sangat banyak terjadi, dari mulai kepentingan pribadi hingga untuk membayar biaya S2. Budaya ewuh-prakewuh di desa menjadi salah satu penghamat pada kasus seperti ini sehingga sulit di antisipasi.
- Pungutan atau pemotongan dana desa oleh oknum pejabat kecamatan atau kabupaten. Ini jua banyak terjadi dengan beragam alasan. Perangkat desa tak boleh ragu untuk melaporkan kasus seperti ini karena desa-lah yang paling dirugikan.
- Membuat perjalanan dinas fiktif kepala desa dan jajarannya. Banyak kasus perjalanan untuk pelatihan dan sebagainya ternyata lebih ditujukan utuk pelesiran saja.
- Pengelembungan (mark up) pembayaran honorarium perangkat desa. Jika modus ini lolos maka para perangkat desa yang honornya digelembungkan seharusnya melaporkan kasus seperti ini. Soalnya jika tidak, itu sama saja mereka dianggap mencicipi uang haram itu
- Pengelembungan (mark up) pembayaran alat tulis kantor. Ini bia dilihat secara fisik tetapi harus pula paham apa saja alokasi yang telah disusun.
- Memungut pajak atau retribusi desa namun hasil pungutan tidak disetorkan ke kas desa atau kantor pajak. Pengawas harus memahami alur dana menyangkut pendapatan dari sektor pajak ini.
- Pembelian inventaris kantor dengan dana desa namun peruntukkan secara pribadi. Lagi-lagi ewuh prakewuh menjadi salahsatu penghambat kasus seperti ini sehingga seringkali terjadi pembiaran
- Pemangkasan anggaran publik kemudian dialokasikan untuk kepentingan perangkat desa. Publik harus tahu alokasi pendanaan dana des agar kasus ini tidak perlu terjadi
- Melakukan permainan (kongkalingkong) dalam proyek yang didanai dana desa. Bisa ditelusuri sejak dilakukannya Musyawarah Desa dan aturan mengenai larangan menggunakan jasa kontraktor dari luar.
- Membuat kegiatan atau proyek fiktif yang dananya dibebankan dari dana desa.
0 Comments:
Posting Komentar