Pantaskah PNS dan pejabat negara digaji lebih tinggi dari gaji yang diterima saat ini? Jawannya bisa berbeda antara yang menyatakan pantas dengan yang menyatakan tidak pantas. Perbedaan jawaban ini sangat bisa dimaklumi tergantung kita melihatnya dari sudut pandang mana dan siapa.
Jika kita bertanya kepada PNS saya bisa memastikan pasti mereka (mungkin termasuk saya ) menginginkan adanya kenaikan gaji dari yang diterima saat ini, alasannya mungkin tidak jauh berbeda dari dulu sampai sekarang bahwa besaran gaji yang diterima PNS saat ini masih jauh dari kata cukup mengingat perubahan harga kebutuhan pokok saat ini yang cenderung mengalami kenaikan dan sangat jarang terjadi penurunan. Sedangkan jika kita melihat dari kondisi perekonomian saat ini dimana banyak rakyat yang hidup dalam kesusahan tentunya PNS harus malu mengeluhkan gaji yang diterimanya.
Namun terlepas itu pada tulisan ini penulis ingin sedikit menyinggung sistem penggajian, dan sistem pemberian tambahan penghasilan terhadap PNS (yang tidak seragam ) antara satu daerah dengan daerah lain, bahkan ketidakseragaman itu juga terjadi dalam satu daerah
Sudah memadaikah gaji PNS saat ini. Bayangkan dengan penghasilan rata- rata 2 sampai dengan 4 juta perbulan harus membiayai pengeluaran rata-rata 3-4 juta perbulan (dengan asumsi pengeluaran perhari Rp 120 ribu) itu adalah perhitungan biaya hidup di daerah- daerah, lalu bagaimana dengan mereka PNS yang hidup di kota-kota besar dengan harga barang serba mahal, penuis hakkul yakin gaji yang diterima kalaupun tidak bisa kita bilang tidak cukup, paling-paling cuma bisa pas-pasan. Bukan kah para PNS ini juga harus memikirkan masa depan anak-anak mereka yang membutuhkan pendidikan yang layak.
Sebagai akibat dari belum memadainya gaji PNS saat ini adalah seperti yang di ungkapkan eleh Kwik Kwian Gie, mantan menteri pada era presiden Gusdur :
“Sistem penggajian PNS dan POLRI sudah menjadi sangat semerawut. Ini disebabkan karena besarnya gaji yang diterima hanya cukup untuk hidup satu sampai dua minggu saja. Maka dicarikan berbagai macam akal dan rekayasa seperti tunjangan jabatan dan berbagai tunjangan lainnya, tunjangan in natura dsb”
Hal seperti yang disampaikan diatas adalah fakta pertama mengenai pendapatan PNS, namun lebih dari itu ada fakta lainnya yang terjadi di lingkungan PNS terutama di daerah, bahwa ternyata banyak juga PNS yang hidupnya berkecukupan, dimana mereka bisa juga membeli mobil, bisa bangun rumah yang bisa dikatakan bagus (paling tidak menurut penulis), hal ini biasanya terlihat dari PNS yang kebetulan ditempatkan pada dinas/badan/kantor ataupun kebetulan ditempatkan pada posisi “strategis”
Lalu pertanyaanya apakah ada perbedaan besaran gaji PNS (gaji pokok) berdasarkan perbedaan tempat bekerja? Setau penulis perbedaan besaran gaji itu memang ada tetapi berdasarkan masa kerja dan tingkat golongan PNS itu sendiri, perbedaan juga ada ketika gaji pokok tersebut diakumulasi dengan tunjangan tunjangan lainnya seperti tunjangan istri/suami, tunjangan anak, tunjangan jabatan . Perbedaan lainnya juga bisa terjadi pada mereka yang bekerja pada instansi vertikal, hal ini karena besaran tunjangan pada instansi vertikal tersebut bisa bermacam-macam katakanlah seperti pada beberapa kementrian yang memberikan remunerasi kepada PNS nya.
Maksud dari tulisan ini penulis tidak akan menyoroti kenapa ada sebagian PNS yang bisa beli mobil dan buat rumah yang bisa dibilang bagus, sementara ada juga PNS lainya cuma bisa hidup pas-pasan bahkan kadang-kadang harus ngutang sana sini untuk mencukupi biaya hidup. Hal ini tentunya akan ada banyak faktor yang mempengaruhi.
Faktor pertama kenapa sebagian PNS bisa hidupnya enak barang kali dia memang mewarisi harta kekayaan yang ditingalkan oleh orangtuanya atau mungkin sebelum menjadi PNS mereka pernah bekerja pada sektor swasta dengan penghasilan yang mencukupi sehingga ketika menjadi PNS dia memang sudah punya fasilitas seperti yang disebut diatas.
Faktor selanjutnya, mungkin saja kebetulan Suami dan istri dari mereka adalah sama-sama sebagai PNS, atau salah satu dari suami atau istri bekerja ada sektor swasta, bahkan mungkin salah satunya adalah Pengusaha, sehingga penghasilan mereka tentu akan berbeda dengan keluarga yang cuma salah satu antara suami atau istrinya saja yang menjadi PNS.
Sementara itu bagi PNS yang merasa hidupnya pas-pasan atau mungking kurang juga ada banyak faktor yang tentunya mempengaruhi, misanya barang kali saja gaji mereka sudah dipotong tiap bulan oleh bendahara untuk setoran kredit di bank, atau mungkin gaya hidup yang “lebih besar pasak dari tiang” maka pantas saja gaji mereka tidak akan pernah cukup untuk biaya hidup sehari-hari
Terlepas dari faktor-faktor tersebut, penulis ingin membahas beberapa hal yang barang kali menyebabkan terjadinya ketimpangan antara PNS satu daerah dengan PNS daerah lainnya, bahkan antar PNS dalam satu daerah.
1. Sudah tepatkah sistem penggajian PNS saat ini?
Hal ini didasari dari dari program reformasi birokrasi yang sedang dijalankan pemerintah saat ini, dimana tujuan mulia dari reformasi birokrasi ini yang ingin mengembalikan fungsi Pegawai Negeri Sipil pada fungsi yang seharusnya yaitu sebagai pelayan masyarakat yang belakangan ini posisinya sudah terbalik sehinga menempatkan Pejabat dan PNS pada posisi orang yang dilayani. Tujuan lainya adalah untuk memangkas jalur birokrasi yang selama ini cenderung berliku bagaikan jalan di pegunungan.
Niat Baik pemerintah ini tentunya memerlukan dukungan Pegawai Negeri Sipil sebagai pihak yang akan mengimplementasikan kebijakan pemerintah tersebut, so pasti faktor sumberdaya manuasia PNS akan sangat menentukan sukses tidaknya program reformasi birokrasi ini. Pegawai Negeri sipil dituntut untuk bekerja lebih baik, lebih melayani, lebih disiplin, lebih taat aturan dan hal- hal baik lainya.
Persoalan selama ini bahwa sebagian PNS tidak bekerja secara optimal, banyak PNS yang tidak kompeten mungkin adalah faktor lainya sehingga perlu adanya reformasi birokrasi dalam tubuh Korp Pegawai Pegeri Negeri sipil tersebut. Hal ini adalah fakta yang tidak bisa disanggah.
Lalu persoalan kurang optimalnya kinerja PNS selama ini apakah itu murni kesalahan dari oknum PNS itu sendiri, atau jangan jangan ada hal lain yang menyebabkan tidak optimalnya kinerja PNS. Coba kita bayangkan saja bisakah PNS konsentarsi pada pekerjaan disaat satu sudut dari pikiran mereka harus memikirkan bagaimana mencari penghasilan lain untuk nambah-nambah penghasilan yang ada guna mencukupi kebutuhan hidup.
Dengan keluarnya Undang-undang ASN tahun 2014 telah sedikit memberi angin segar bagi para abdi negara, sebagai konsekwensi dari berlakunya Undang-undang tersebut ialah adanya perubahan pada sistem penggajian PNS, dimana komponen penghasilan Aparatur Sipil Negara (ASN) terdiri dari gaji pokok, tunjangan kinerja, dan tunjangan kemahalan.
Gaji pokok merupakan komponen penghasilan ASN yang besarnya sama jika pangkat, golongan, dan masa kerjanya sama tanpa membedakan daerah/tempat di mana ASN tersebut bekerja. ASN dengan pangkat, golongan, dan masa kerja yang sama, di manapun dia bekerja. Sedangkan tunjangan kinerja dan tunjangan kemahalan nilainya akan berbeda-beda tergantung di mana ASN tersebut bekerja dan di instansi mana ASN tersebut ditempatkan. Nantinya, akan dibuat cluster cluster. dan cluster-cluster tersebut disusun berdasarkan rayon yang pertimbangannya di antaranya adalah Pendapatan Asli Daerah , tingkat kemahalan, dan jumlah penduduk.
Belum keluarnya PP tentang sistem penggajian seperti tersebut diatas merupakan penyebab belum diterapkankannya sestem penggajian seperti itu, berdasarkan Kepres Nomor 9 Tahun 2015 RPP merupakan salah satu RPP prioritas ditahun 2015. Namun Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi pernah mengatakan bahwa sistem penggajian ini kemungkinan akan mulai dijalankan di tahun 2017
2. Sudah tepatkah sistem Pemberian Tambahan Penghasilan PNS saat Ini?
Kebijakan pemberian honorarium kepada PNS yang selama ini dilakukan hanya terbatas kepada PNS yang terlibat pada kegiatan proyek, perbedaan unit kerja telah secara nyata terjadinya perbedaan pendapatan antar PNS, unit-unit kerja tertentu yang memunyai banyak kegiatan tentu akan memperolah honorarium yang lebih besar ketimbang PNS pada unit kerja yang hanya mempunyai satu dua kegiatan saja. Hal ini sudah barang tentu akan menimbulkan kecemburuan sosial antar PNS. Kondisi tersebut juga bisa mengakibatkan demotivasi kerja bagi sebagian besar PNS.
Berbagai uaya telah dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mencari solusi untuk mengatasi rendahnya pendapatan PNS. Sallah satu cara yang dilakukan yaitu dengan memberikan tambahan penghasilan secara merata kepada seluruh pegawai, perberbedaannya adalah syarat pemberian tambahan pendapatan tersebut.
Pemberian tambahan penghasilan tersebut dimaksud supaya tidak menimbulkan kecemburuan diantara PNS. Berdasarkan peraturan Permendagri No. 13 tahun 2006 sebagaimana telah beberaa kali diubah terakhir dengan Permendagri Nomor 21 tahun 2011, pasal 39 ayat (2) berbunyi: “Tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam rangka peningkatan kesejahteraan pegawai berdasarkan beban kerja atau tempat bertugas atau kondisi kerja atau kelangkaan profesi atau prestasi kerja”.
Dengan ketentuan tersebut maka memungkinkan bagi pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota untuk memberikan tunjangan berupa tambahan penghasilan bagi PNS daerah asalkan berdasarkan kepada beban kerja atau tempat bertugas atau kondisi kerja atau kelangkaan profesi atau prestasi kerja.
Yang menjadi persoalan dalam pemberian tambahan penghasilan tersebut adalah apa tolak ukur dalam hal menentukan prestasi kerja PNS, apakah tingkat kehadiran, kinerja ataupun kualitas hasil pekerjaan oleh PNS itu sendiri, karna menurut pengamatan penulis pada beberapa daerah tambahan penghasilan berdasarkan prestasi kerja diberikan kepada seluruh PNS, padahal dalam Permendagri nomor 59 tahun 2007 sudah jelas dikatakan dalam pasal 39 ayat (7) “Tambahan penghasilan berdasarkan prestasi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang memiliki prestasi kerja yang tinggi dan/atau inovasi”. Pertanyaannya apakah semua PNS mempunyai prestasi kerja? Padahal faktanya banyak lho PNS yang cuma kekantor untuk “3DP”datang, duduk, diam dan pulang.
Persoalan lainya adalah bagaimana jika ada PNS yang sudah menerima tambahan penghasilan yang bersumber dari APBN katakanlah seperti guru yang sudah menerima tunjangan profesi tetapi masih juga memperoleh tambahan penghasilan dalam bentuk lain. Belum lagi bagaimana jika ada PNS yang menerima tambahan penghasilan “double” dimana sudah menerima tambahan penghasilan berdasarkan prestasi kerja tapi juga menerima tambahan penghasilan dalam bentuk tambahan penghasilan berdasarkan beban kerja. Bahkan yang akan sangat mengherankan bahwa tambahan penghasilan berdasarkan beban kerja tersebut hanya diberikan kepada unit kerja tertentu saja.
Berangkat dari itu semua harapan kita bahwa dalam pemberian tambahan penghasilan tersebut hendaknya ada penyeragaman antar daerah dengan pemberian cluster-cluster tertentu berdasarkan rayon, hal ini perlu untuk menghindari adanya kecemburuan antar PNS, karna PNS yang bekerja pada daerah dengan PAD tinggi memperoleh Tambahan penghasilan yang tinggi pula, lalu bagaimana dengan PNS yang didaerah dengan PAD rendah.
Demikian juga bagi Pemerintah daerah hendaknya menentukan kriteria yang jelas dalam pemberian tambahan penghasilan kepada PNS dijajaranya, penilaian tersebut haruslah benar-benar objektif.
Dalam hal ini kita bukannya iri atau cemburu terhadap mereka yang punya penghasilan lebih tersebut, namun persoalannya adalah dimana letak keadilan itu.
Selain itu Dengan diberlakukannya kebijakan tambahan penghasilan bagi PNS daerah hendaknya berdampak kepada peningkatan kesejahteraan pegawai sehingga menumbuhkan keyakinan pegawai dalam menetapkan perencanaan kebutuhan hidupnya.
Disisi lain pemberian tambahan penghasilan diarahkan agar seluruh PNS termasuk pegawai pada garis depan pelayanan agar dapat meningkatkan disiplin dan kinerjanya dan dapat memberikan kualitas layanan sesuai standar prosedur baku (SOP) yang ditetapkan.
Pemerintah di daerah dapat memberlakukan sanksi yang tegas bagi pegawai yang menerima suap dalam memberikan layanan masyarakat.